Hi, namaku Diar Rusadi. aku lahir di kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia. Aku adalah seorang gadis yang sekarang berumur 19 tahun. Aku sebenarnya bukan seorang penulis yang pandai merangkai kata, tapi sekarang aku akan mencoba menceritakan tentang apa apa yang sudah terjadi dalam kehidupanku.
Jadi, sekarang aku sedang berada di Jerman. Ya! Jerman yang terkenal dengan Hitlernya itu. Aku datang kesini genap 11 bulan yang lalu, aku datang sebagai Aupair.
Jadi aku datang kesini tanggal 15 Desember tahun 2018, sebelumnya aku belum pernah sama sekali naik pesawat, dan saat itu pertama kalinya aku naiki kendaraan yang sedari kecil sering kuteriaki “kapal minta duit” bersama kawan kawanku yang lainnya haha. Aku terbang benar-benar sendiri tak ada seorang pun yang menemani, semua orang di dalam pesawat adalah orang asing. Tapi aku berusaha untuk tetap tenang, meskipun rasa takut pesawat akan jatuh sering menghantui.
Okay lanjut cerita tentang Aupair. Jadi sesampainya saya di Bandara Frankfurt saya di Jemput oleh keluarga angkat yang akan menampungku, atau biasa kita sebut Hostfamily. Mereka menjemputku dengan mobil, karena kebetulan rumah Hostfam ngga terlalu jauh dari Frankfurt, tepatnya di Heidelberg.
Selama perjalanan menuju rumah aku sangat bersemangat sekali, karena aku masih belum percaya , akhirnya aku bisa menginjakkan kaki di Jerman, negara Impianku! tapi sesampainya di rumah aku agak sedikit terkejut melihat keadaan anak yang akan aku asuh, saat itu dia berumur 7 tahun. Anak itu menderita Autis, jadi ada gangguan untuk berinteraksi dan komunikasi dengan orang lain.
Saat wawancara sebelum aku memutuskan untuk melakukan Aupair di keluarga ini, Hostmam nya cuman bilang bahwa anaknya tidak bisa bicara, oleh sebab itu aku setujui untuk Aupai di keluarga ini. Dari saat pertama aku berada di sana perasaanya sudah ngga enak, ngga betah rasanya, dan setiap hari pasti nangis. Cultur schock juga mungkin ada, tapi aku merasa bahwa kayanya ada yang ngga beres.
Hari pertama saat aku tiba di rumah itu, aku langsung bermain dengan anaknya, karena si Hostfamilie mau keluar dulu, ada urusan katanya. Padahal aku sangat lelah setelah seharian di perjalanan, rasanya hanya ingin istirahat total di atas kasur. Tapi untungnya saat itu Aupair yang sebelumnya masih ada di sana akhirnya aku di bolehin ke kamar untuk istirahat. Tapi sebelumnya kita sudah nidurin si anak di kamarnya.
Hari selanjutnya aku bangun pagi-pagi banget, dan jam 5 pagi si Hostmom ada ngechatt aku lewat WhatsApp bahwa aku harus bangunin anaknya jam 6.30 dan siap2 buat pergi ke sekolah. Tapi karena si anaknya ada kebutuhan khusus kan, jadi setiap aku misalkan mau ganti popoknya dia kan selalu teriak-teriak gitu, tapi si Hostmom nya marah-marahnya ke aku, terus kan aku harus iket rambutnya, tapi karena aku ngga mahir ngiket rambut, kalo ngiket rambut biasa mah aku juga bisa, tapi ini itu harus ngiket kaya yang di kepang begitu loh, biar ngga gampang berantakan. Eh si Hostmom marah-marah lagi, sumpah ingin nangis rasanya. Padahal kan ngomong biasa juga bisa. Dan itu itu setiap pagi kaya begitu, aku selalu kena marah, sedangkan aku waktu itu mentalnya masih lemah banget.
Setelah si anak sudah siap kita turun lah ke bawah, setiap pagi aku buatin sarapan buat dia, dan bikin bekal buat sekolah, ya namanya aku orang baru di rumah itu jadi si anak jadi belum nurut sama aku, sehingga pas si Hostmom turun dan liat bahwa aku belum selesai suapin dia akhirnya dia marah lagi. Dan sumpah aku udh ngga tahan. Akhirnya pas aku udh antar si anak ke sekolah aku ke dapur lah buat sarapan, dan tangisan yang selama ini aku tahan akhirnya pecah juga
Setiap malam, setiap waktu solat, tiap mandi pasti saja nangis, bengong dikit nangis, telponan sama mamah nangis, memang deh dulu aku ngerasaa orang paling menderita di dunia wkwkwk. Ya selain karena susah ngurusin anaknya, aku ngga tahan dengan sikap Hostmom nya yang kalo ada apa-apa itu selalu marah-marah.
Setelah 2 minggu berlalu dan akhirnya aku sudah benar-benar ngga tahan untuk tinggal di sini lagi, kuputuskan lah untuk mengobrol dengan Hostfamily. Tapi setelah aku berbicara ke mereka bahwa saya di sini sudah ngga betah mereka malah marah, yang membuat tangisanku semakin menjadi-jadi.
Dimalam sebelumnya aku sudah mencari keluarga pengganti, karena jaga-jaga untuk kemungkinan hal buruk yang akan terjadi, dan benar saja mereka mengusirku keesokan harinya saat kami sedang berdiskusi. Akhirnya aku angkat kaki dari rumah malam itu juga. Tapi sebelum aku keluar rumah itu, aku sempetin untuk ngehubungi temanku yang ada di Heidelberg, barangkali dia mau menampungku untuk 1 malam, tapi sayangnya saat itu dia lagi ada tamu, sedangkan yang nginep dikostannya ngga boleh lebih dari 1 orang. Akhirnya aku bilang lah yaudah gapapa aku ngga bisa nginep di sana juga, tapi yang penting kita ketemu saja dulu di stasiun kereta Heidelberg.
Akhirnya aku di anterin Hostmom ke stasiun kereta terdekat, dan dia belikan tiket kereta untukku, tapi pakai uangku sih, dia cuma bantu klik klik saja di mesinnya, karena waktu itu aku belum tahu bagaimana cara beli tiket di mesin tiket. Dan saat itu pun aku belum paham di jalur mana aku harus naik kereta yang menuju Heidelberg, kalo salah naik kereta, bukannya mendekati Heidelberg eh malah menjauhi, kan masalah kalo begitu. Akhirnya aku tanya ke orang yang ada di sana, akhirnya ditunjukinlah sama orang itu, aku harus naik kereta nomor ini jam sekian dan melewati beberapa stasiun perhentian. Untungnya orang itu naik kereta yang sama dan juga tujuan yang sama, akhirnya kita bareng lah.
Setelah perjalanan selama 15 menit akhirnya aku sampe di stasiun Heidelberg, tapi aku harus nunggu temanku itu untuk beberapa jam, karena dia ada urusan dulu. Saat itu cuacanya sangat dingin sekali, sampe minus derajatnya, sudah pakai jaket setebel apapun masih ngga mempan. Waktu itu aku ngga punya akses internet sama sekali, akhirnya aku cari lah Wi-fi gratisan di salah satu restaurant yang selalu menyediakan Wi-fi gratisan buat ngehubungi temanku itu, setelah 2 jam menunggu akhirnya dia datang juga, kebetulan temenku ini kenalan pas waktu aku les dulu, jadi ngga terlalu asing lah
Kami sedikit berdiskusi bagaimana baiknya, akhirnya kuputuskan untuk ngehubungi calon keluargaku yang selanjutnya. Setelah lama menunggu akhirnya dia menjawab pesanku, dan akhirnya aku dibolehkan datang malam itu juga, karena kebetulan dia juga membutuhkan Aupair segera.
Akhirnya aku beli tiket kereta tujuan München, harganya ngga main-main, kerta yang aku naiki saat itu adalah kerta ICE, kereta tercepat di Jerman. aku belum permah sebelumnya beli tiket kereta semahal itu, kalo di Indonesia dengan harga segitu mungkin aku bisa naik ke kelas bisnis haha.
Pukul 24.00 akhirnya aku sampai di München, dan setibanya di stasiun aku langsung di jemput oleh Hostfather. Dan Alhamdulillah puji syukur akhirnya malam itu aku bisa menemukan tempat yang aman untuk tidur, dan tidak menjadi gembel dadakan haha.
Banyak banget pelajaran yang aku ambil dari kejadian itu:
Pertama, sebelum memutuskan untuk ke Jerman atau ke negri manapun itu, mental kita itu harus kuat, ngga boleh lemah
Kedua, kalo mau jadi Aupair, carilah keluarga yang bijak, jangan buru-buru dalam mengambil keputusan. Kenali dulu lebih dalam sikap si Hostfamilie, jangan karena ingin cepet-cepet ke Jerman jadinya asal dapet keluarga di Jerman dan langsung terima saja, akhirnya setelah sampe di sini malah menyesal
Ketiga, harus bersikap jujur, dimana pun dan kapanpun sikap jujur harus selalu diterapkan. Kalo ada masalah apa-apa harus di diskusikan, jangan di pendam sendiri yang akhirnya nanti akan menimbulkan dendam
Keempat, belajar bahasa dengan sungguh-sungguh. Kalo misalakan orang lain bicara ke kamu tapi kamu ngga ngerti, jangan hanya iya iya saja, tapi tanyakan apa yang kamu ngga ngertinya sehingga ngga menimbulkan ke salah fahaman. Itu sering terjadi sama Aupair.
kelima, jangan gampang menyerah! hidup ini sulit kawan!
untuk cerita dalam video juga sudah ada, boleh di tengok disini https://youtu.be/CYfa1_rLrVE
ceritanya masih berlanjut ya..
0 komentar:
Post a Comment